Selasa, 19 Mei 2009

Bola . . . bola

Telepon berdering dua kali, baru diangkat oleh Rini

"Tunggu sebentar,  ya. " jawabnya ringan, menjawab tanya dari seberang

"Darimana?"

"Tanya aja sendiri, tinggal angkat, masih banyak cincong." jawab Rini ketus, Memang selama ini Rini dan Antoni hampir tidak pernah akur meski mereka adalah saudara, tapi bagai anjing dan kucing.

"Hallo, dari mana ini?"

"Aku.., kamu sibuk tah...?" Suara lembut itu begitu dikenal Antoni, suara gadis yang disayanginya. Sita

"Enggak juga, lagi baca buku, ada apa?"

"Eh...nanti kamu ada acara apa enggak."

" Belum tahu sih, sekarang memang gak ada acara tapi gak tau lagi nanti"

"Gini, nanti aku mau ke toko buku. pulange kamu jemput ya..!"

"ya... lihat nanti..."

"ya udah da........" Sita pun menutup telepon. 

Antoni kembali melanjutkan kegiatan membacanya, dia lagi asik dengan bacaan yang baru dipinjamnya di perpustakaan,”Siang-siang yang panas begini paling enak memang membaca.” Pikirnya.


Selesai mambaca segera dia beranjak ke kamar mandi, agak lama dia berada di kamar mandi. Tiba-tiba bapak berteriak memanggil Anton.


“Ton… cepat? ngapain aja.”

Dengan terpaksa Antoni bergegas keluar.


“Ada apa sih, pak?”


“Nanti kamu ikut bapak, nganter muridnya bapak main bola.”


“Lho… Pak, nanti aku ada acara sama teman ku.”


“Paling kamu juga cuma main-main.. tidak bermanfaat. Kamu pakai sepeda ibu mu, karena muridnya bapak ada yang gak bawa sepeda. Jadi kamu harus ikut.”


“Simalakama, ini.” Enggak berangkat bapak marah, berangkat Sita yang marah”Pusing, deh.” Pikir Antoni.


Siang ini mentari nampak enggan bersinar, mendung kompak menghadang laju sinar sang mentari. Suasana begitu redup, demikian pula suasana hati Antoni. 


Mau telepon Sita jadi masalah, enggak telepon juga masalah, telepon bilang gak bisa jemput juga masalah. Begitu kacau pikirannya, tapi tidak ada yang bisa di lakukan.


“Gak jemput aja pake ijin, kayak gak masuk sekolah aja!” bentak Sita pada suatu kali ketika anton telepon karena gak bisa jemput. Pernah juga Sita marah. 
“Biasa! Kalo telepon cuma ijin, besok kalo gak bisa jemput, gak usah telepon.!”Serba salah juga.nanti kalau gak telepon sudah gak perhatian.

Bapak sudah siap berangkat dengan sepeda kesayangannya, Antonipun segera bergegas dengan sepeda ibu.


“Njemput muridnya bapak dulu.” Ucap bapak sembari tancap gas. 


Perjalanan menuju lokasi pertandingan, diiringi mendung yang semakin tebal. Tak lama kemudian ternyata mendung tak mampu menampung air, hujan pun turun dengan derasnya. Air hujan tidak turun sendiri, dia turun menggandeng angin. Sehingga hujan turun begitu deras. Sepanjang perjalanan hujan turun tiada henti. Sampai di lokasi pertandingan pun rupanya hujan tidak ingin berlalu, bahkan semakin deras hujan mengguyur. Bayangan amarah Sita terlintas dalam benak Antoni. tapi apa mau di kata nasi sudah menjadi bubur.

Sesampai dilokasi pertandingan ternyata harus menunggu lama, karena lapangan bak kolam renang, penuh dengan air hujan, sehingga harus menunggu hingga surut.

Pertandinganpun berlangsung dengan seru, semua pemain berusaha untuk bermain kompak.  meskipun kemudian berakhir dengan skor imbang. Begitu pertandingan usai semua langsung meluncur turun, karena memang sudah sore.

Sampai di rumah, Antoni Segera membersihkan diri, lalu dia segera pergi ke wartel untuk menelepon Sita. mungkin Sita benar-benar marah, dia tidak mau mengangkat telepon dari Antoni. Sepulang dari wartel Antoni langsung menuju ke peraduannya, dia ingin meletakkan kepalanya untuk beristirahat. karena capek diapun terlelap, meskipun beberapa kali dia terjaga tapi kemudian dia terlelap lagi.

Esok paginya Antoni bangun lebih cepat dari biasanya, setelah membersihkan diri tanpa sarapan dia bergegas ke tempat kerja Sita. Sesampainya di sana Sita, ternyata Sita sedang sibuk dan terpaksa Antoni harus menunggu meskipun hanya untuk sekedar meminta maaf. Entah Sita sedang benar-benar asik dengan pekerjaannya ato karena dia sedang jengkel, yang pasti dia tidak melihat kearah Antoni, melirikpun tidak.

Waktu istirahatpun tiba, segera Antoni mendekat dan menyapanya

"Apa kabar, kemarin Kamu pulang jam berapa?"

Dengan tenang Sita menjawab

"Penting bagi kamu, aku pulang jam berapa! penting kamu tahu! Pentingin saja sepak bola."

"ya.. maaf ya..." pinta Antoni pada kekasihnya itu

"Percuma deh... kan sekarang aku sudah gak penting lagi bagi kamu, hubungan ini gak perlu deh.. kita pertahankan. kita akhiri saja. Puas kamu...!"

Antoni tidak berkata apa-apa dia tau menjawabpun pasti salah, jadi lebih baik diam. Diam aja sudah salah, apalagi ngomong, cari perkara namanya.

'Yah..... bola...bola..." Pikir Anton